Senin, 29 April 2013

ISU ISU ISLAM KONTEMPORER


ISU-ISU KONTEMPORER DALAM
STUDI ISLAM
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu : M. Rikza chamami, Msi
Disusun Oleh :
Kelompok : 9
1.      Ayu Rafika Uliya                          (123911038)
2.      Anna mila                                     (123911036)
3.      Anggraini                                       (123911034)
4.      Aizatul aliyah                (123911029)



FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
 WALISONGO SEMARANG
2013


                     I.                    Pendahuluan
Islam memiliki peran penting historis bagi kita semua, tetapi pada saat yang sama,pemahaman kita terhadap fenomena ini sangat tidak memadai. Ada kebutuhan untuk mendorong dan memperkasai pemikiran yang berani, bebas dan produktif tentang islam sekarang. Apa yang di sebut dengan revivalismeislam telah memonooli wacana tentang islam ; para ilmuan sosial, lebih-lebih, tidak memberikan perhatian terhadap aa tang saya sebut “islam yang diam”(the silent islam)-islam dari kaum mu’mininsejati yang lebih mementingkan hubungan religius dengan tuhan yang Absolut ketimbang dengan demonstrasi-demonstrasi gerakan politik yang berapi-api.[1]
berhubungan langsung dengan persoalan ketuhanan, selalu saja di telaah dari prespektif ilmu kalam. Tiga aliran kalam, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah, erupakan tonggak sejarah Dalam bangunan pemikiran islam klasik,ilmukalam mempunyai tempat yang cukup sentral. Sedemikian sentranya sehingga segala persoalan keagamaan islam, terlebih-lebih yang pemikiran yang tidak dapat dihapus dari khanzanah intelektual islam klasik, ang samai sekarang masi di kaji di berbagai pusat pendidikan dan pengajaran islam, baik di pesantren, madrasah Tsanawiya/Aliyah,IAIN,maupun program-program Islamic Studies, seperti program pasca kita sekarang.[2]
Kontemporer artinya dari masa atau waktu ke waktu. Sejarah islam kontemporer, yaitu suatu ilmu yang mempelajari kebudayaan islam pada masa lampau dari waktu ke waktu yang di mulai dari masa Rasulullah.menurut bahasa (etimologi), islam konyemporer adalah agama yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Pada masa lampau dan berkembang hingga sekarang.




Menurut istilah (terminologi), islam kontemporer adalah gagasan untuk mengkaji islam sebagai nilai alternatif baik dalam perspektif interprestasi, tekstual maupun kajian kontekstual mengenai kemampuan islam memberikan solusi bari kepada temuan-temuan disemua dimensi kehidupan dari masa lampau hingga sekarang.[3]
Setiap pemeluk agama yang taat memilih sikap menjauhi fanatisme buta, dan membangun ketaatannya berdasarkan pengetahuan yang benar terhadap agama-agama yang di peluk. Selain itu, ia pun harus memiliki kesadaran yang utuh akan aspek-aspek universal yang terkandung dalam setiap agama.
Di sini, terorisme dan radikalisme perlu disebut sebagai fenomena-fenomena umum yang tersebar di seluruh duni, bukan hanya di dunia islam semata, sebagaimana yang di tuduhkan oleh sebagian kalangan.
Pengetahuan yang benar tentang islam akan menjelaskan bahwa agama ini menentang segalabentuk radikalisme maupun terorisme. Etos kasih sayang merupakan salah satu bagian pentingdalam ajaran islam. Karena itu, setiap surat dalam Al-Qur’an selalu
dimulai dengan kalimat:dengan menyebut nama Allah yangMahapengasih lagi Mahapenyayang. Betapa kasih sayang Allah begitu luas, mencangkup segala sesuatu serta seluruh  manusia yang berusaha keras mewujudkn keadilan dan perdamaian.[4]






Isu yang kontemporer yang menjadi perhatian islam sekarang (Liberal, Terorisme, Pluralisme, dan kesetaraan Gender). Hal tersebut perlu dikaji supaya tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami Liberal, Terorisme, Pluralisme, dan Gender.supaya menjadi umat yang rahmatallil alamin sesuai dengan ajaran kita.

                             II.            Rumusan masalah

1.      Apa yang dimaksud  Islam Liberal?
2.      Apa yang dimaksud Islam Terorisme?
3.      Apa yang dimaksud Islam dan pluralisme beragama?
4.      Apa yang dimaksud Islam dan Kesetaraan Gender?


               













                        III.            Pembahasan

Berdasarkan abstraksi dari rumusan masalah maka ada beberapa masalah yang hendak dibidik.
A.    Islam  Liberal
Islam liberal mempunyai makna kebebasan Tnpa batas,atau bahkan di setrakan dengan sikap permisif (ibahiyah),yaitu sikap menolerir setiap hal tanpa mengenal batas yang pasti.Dengan cara pandang seperti itu, Islam liberal di pandang sebagai ancaman terhadap keberagamaan yang sudah terlembaga.
Dalam Islam persoalan batasan antara mana yang boleh dan yang tidak boleh menempati kedudukan yang sentral.Setiap islam selalu peduli dengan apa yang dia kerjakan, apakah perbuatan itu boleh atau tidak.Inilah yang kemudian melahirkan suatu bidang kajian yang sangat kaya dan meninggalkan ribuan literature yang canggih yaitu bidang Fikih.Setiap pembicaraan tentang hukum selalu saja merujuk kepada Fikih.Ketika muncul diskusi yang ramai tentang hukum islam,maka Fikih menjadi nfokus perhatian,sebab dalam Fikih lah sebagian besar hukum di rumuskan.
Dalam diskusi – diskusi itu,tekanan di berikan kepada “kewajiban”,yaitu kewajiban muslim terhadap Allah, sesame manusia, dan dirinya sendiri.
Islam liberal muncul untuk menyeimbankan neraca antara bahasa kewajiban dn kebebasan / hak ini.Tujuan pokok dari agama adalah mengankat martabat kemanusiaan.Fokus pertama dalam agama adalah manusia itu sendiri, bukan semata-mata Tuhan.Suatu kesalahan besar anggapan bahwa tugas pkok


manuia adalah menyembah Tuhan.Pandangan ini bersumber dari pemahan yang salah atas ayat “wa ma kholaqtul jinna wal insa illa liyak’budun”.Dan tidak Aku ciptakan manusia kececuali untuk menyembah-Ku.ayat ini jika di pahami dalam keranka popoler yang cendrung anti-humanistik, yang tidak lain agama itu dalah penundukan manusia.manusia seolah-olah ancaman bagi tuhan  sehingga harus di tundukan.Pandangan mengenai manusia sebagai Prometheus yang berseteru dengan Tuhan hanyalah ada dalam mitos Yunani kuno.Pandangan popular yang berkembang di kalangan umat islam mengenai ayat tersebut cendrung kepada suatu citra manusia sebagaui Prometheus.
Prometheus versi islam adalah Prometheus yang kalah oleh kehendak TuhanIni jelas suatu citraan yang tidak sesuai dengan semangat Islam.
Penyembahan adalah sebentuk hubungan antara Allah dan manusia sebagai hubungan “I-it”, “aku dan  dia”.Allah dalam keranka penyembahan semacam itu, telah “di bendakan”. Allah yang di sembah adalah Allah yang di berhalakan, yang di fiksasi dalam gambaran yang tetap seperti “Idol”.Kata libebral dalam “Islam Liberal” tidak ada sankut pautnya dengan ‘kebebasan tanpa batas”[5]
B.     Islam Terorisme

Pada dasarnya, wacana mulai mencuat ke permukaan setelah terjadi tragedi 11 september 2001, konstelasi politik global menjadi berubah total. Sebab, Amerika melalui Presiden Bush mengeluarkan kebijakannya yang cukup mengejutkan dunia. Ia mengatakan bahwa pihak-phak yang tidak bergabumg dengan Amerika  untuk memerangi teroris,maka akan menjadi musuh Amerika. Kalimat ini sering dikutip di mana-mana: “Now for all nations of the world, there only wo choice:either they join Amerika, and if they don’t they join the terorrism.



Dengan pernyataan ini, setidaknya tekanan Amerika terhadap indonesia dapat di lihat sejak tragedi itu.

Kata terorisme definisinya tidak di temukan dri kalangan Ulama terdahulu, sebab istilah tersebut digunakan bermula dari indelogi Eropa pada masa revolusi Perancis tahun 1789-1794 M. Manusia pada zaman inipun masih berselisih dalam memberikan definisi tentang terorisme, padahal terorisme adalah kalimat yang paling bayak di gunakan di tahun-tahun terakhir ini.yang mana sering dihubung-hubungkan dengan aksi kekerasan yang di lakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak diakui oleh pemerintah yang secara terpisah berupaya mendapatkan kekuasaan atau pengaruh. Walau pun kelompok ini tidak bisa melakukan pembunuhan (pembantaian) dalam skala besar seperti yang dilakukan pemerintah dengan kekuatan militernya. Tetapi lebih sering lagi aksi terorisme dilandasi oleh kepentingan-kepentingan agama kadang bersamaan dengan faktir-faktor lain, kadang juga sebagai motivasi primer yang menampilkan aksi-aksi terorisme. Persepsi umum dimana kekerasan agama muncul secara global dalam dekade XX dikarenakan adanya catatan peristiwa aksi kekerasan semacam itu.
Teror berasal dari bahasa latin, terrere, artinya menimbulkan rasa gemetar dan cemas. Teroisme berarti menakut-nakuti (to terrify). Kata ini secara umum digunakan dalam pengertian politik, sebagai suatu serangan terhadap tatanan sipil, semasa Pemerintah Teror Revolusi Perancis akhir abad ke-18. Oleh karena itu, respons publik terhadap kekerasan- rasa cemas yang di akibatkan oleh terorisme- merupakan bagian dari pengertia terma tersebut.






Menurut bahasa: “terorisme adalah melakukan sesuatu yang menyebabkan orang menjadi panik, takut gelisah, tidak aman dan menimbulkan gangguan dalam bidang kehidupan dan interaksi manusia”.
Sedangkan menurut syari’at: “terorisme adalah segala sesuatu yang menyebabkan goncangan keamanaan, pertumpahan darah, kerusakan harta atau pelampauan batas dengan berbagai bentuknya”.[6]dari berbagai catatan sejarah, kejadian yang melanda umat saat ini, bahwa kejadian dan aksi tidaklahkeluar dari dua perkara. 1. Terorisme fisik, yaitu
peristiwa yang sekarang terjadi puncak sorotan masyarakat,berupa peledakan, penculikan, bom bunuh diri, pembajakan dan seterusnya. 2.Terorisme idiologi (pemikiran/pemahaman), yaitudengan menjelaskan segala pemikiran menyinpang dan menyempal dari tuntunan Islam yang benar. Sebas ideologi tersebut merupakan cikal bakal munculnya terorisme fisik dan apabila tidak di berantas akan ssenantiasa menjadi ancaman serius di masa yang akan datang.[7]
Definisi dan kriteria teroris harus disepakati semua pihak, Marty nata legawa direktur organisasi internasional departemen luar negeri berpendapat, terorisme yang dipahami bersama adalah tindakan untuk mencapai cita-cita politik yang dibungkus dalam kekerasan guna  menciptakan teror dan memakan korban rakyat sipil tidak berdosa.
Kusnato anggoro dari center for Strategic and International Studies (CSIS) terorisme merupakan kegiatan untuk menciptakan kekhawatiran dengan tujuan pokok mengubah kebijakan dengan tindak kekerasan sebagai instrumen di indonesia, menurut kusnanto kelompok laskar jihad bukan berarti terorisme. Gerakan komando jihad juga sulit dianggap teroris karena tidak memiliki ideologi dan tujuan yang jelas serta berskala kecil. Sementara peledakan bom jelas merupakan teror, karena menciptakan kekhawatiran luar biasa.



Mengikuti definisi di atas gerakan islam garis keras tidak identik dengan teroris. Seperti kata K.H Hasyyim Muzadi “orang islam yang berwawasan keras kalau dia keras –kerasnya sendiri , apa hubungannya dengan teroris. Baru disebut teroris kalau dia berbuat deskruktif diluar dirinya. Mana yang domestik mana yang bagian dari terorisme internasional, dan mana yang wacana yang keras tanpa mereka melakukan kekerasan tanpa melanggar hukum. Perlu dibedakan kelompok militan agama yang memiliki kepekaan tinggi terhadap masalah sosial dan bergerak mengatasinya dengan amar ma’ruf nahi munkar  (memerintahkan yang baik dan mencegah kemungkaran) dengan kelompok miiltan yang memang menggunakan teror dan kekerasan. Militasi agama agama mengambil banyak bentuk. Meski sebagian kaum militan cenderung beraksi dengan kekerasan dan teror, sebagian lainnya beraktifitas tanpa kekerasan. Cukup banyak penganut agama militasi , yaitu bahasa perjuangan sebagiannya menggunakan modus berperang , menyerang,membalas serangan,berjuang atas mandat suci, dan berjuang dengan alat- alat yang cocok dalam menjalankan tugas.
Berdasarkan hal itu menurut david Little (1996) ada empat tipe militasi agama : intoleransi dengan kekerasan,intoleransi beradab, intoleransi toleransi tanpa kekerasan dan toleransi beradab.[8]
provokasi kerusuhan, dan pemicu konflik horizontal. Tidak sedikit masyarakat awam bersikap ekstrem dan eksesif dalam beragama. Menurut Yusuf Qardhawi(1981), ada beberapa indikator religius extremism. Pertama fanatisme dan intoleransi, sebagai akibat dari prasangka (prejudice), kekakuan (rigidity), dan kepicikan pandangan (lack of insight), kemudian menggiring mereka untuk memaksa orang lain , baik dalam bentuk terorisme intelektual seperti fitnah dan tuduhan penganut bid’ah (mengada- ngada),kafir, fasik (menyimpang), murtad. Yang lebih terrfying daripada terorisme fisik.



Kedua, berlebihh-lebihan atau melampaui batas, misalnya ada saja kelompok agama yang cenderung mengambil garis keras(hard-line) yang hobby berdemonstrasi dengan makian , hasutan dan bahkan ancaman bom. Para penganjur agamakelompok ini mendoktrinasi orang awam dan memanipulasi solidaritaskelompok akibat kedangkalan pemahaman agama.
Ketiga membebani orang lain tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi.
Keempat keras dalam memperlakukan diri sendiri dan orang lain sehingga asas praduga tak bersalah tidak pernah dihiraukan. Semua ciri ekstremisme agama yang tiranik dan tidak agaliter ini jelas membahayakan hak-hak orang lain . ektremisme juga melahirkan bahaya dan ketidaksamaan , serta mencabut rasa aman dan perlindungan.oleh karena itu harus ada paradigm shift dari sikap beragama yang inhumane kepada humane. Paradigma humanis ini adalah paradigma nilai, sikap, norma, praktik keberagama (religiosity) yang menduukung kehidupan tanpa kekerasan dan damai.
Sikap pertama dalam paradigma humanis ini adalah moderasi. Agamawan ataupun awam yang moderat akan cenderungg santun dan seimbang. Santun dalam menjalankan agamanya dan interaksi sosial. Seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, individual dan sosial, serta dalam hubungan dengan tuhan, manusia, dan lingkungan alam. Mereka yang moderat akan menjunjung keadilan dan kearifan dalam bersikap tidak gampang terhasut, marah, menuduh, ataupun memaksa.
Cendekiawan muslim Nurcholish madjid (cak nur) berkata, kita umat beragama berkewajiban untuk meningkatkan kesadaran bahwa agama sama sekali tidak terkait dengan terorisme untuk mengatasi simpangsiuran pengertian dan pemahaman dikalangan masyarakat nasional dan internasional. Terorisme dengan teroris nya adalah teror dan kejahatan atas kemanusiaan sementara agama adalah



agama yang keduanya secara adil bertolak belakang. pengertian harus benar-benar dipahami dahulu untuk mencegah aksi negatif yangg sebenarnya bisa dihindarkan.[9]
Dalam kelompok Barat paling tidak ada Dua kelompok besar. Pertama adalah mereka yang selalu mengait-ngaitkan setiap peristiwa teror dengan agama islam, penembakan snipers yang baru- baru ini memakan korban belasan siswa sekolah negara bagian maryland, amerika serikat (AS). Stigmatisasi semacam itu adalah trauma sejarah yang luas, bagi kelompok ini agamalah penyebab terorisme. Bahkan ada di antara mereka yang pindah agama atau anti agama sama sekali.
Kelompok kedua lebih berfikir jernih dan arif mereka berpendapat bahwa teror biasa terjadi dimana-mana dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Mereka bahkan mulai tertarik untuk mengetahui apa itu agama. Gejala semaraknya kajian-kajian agama di barat menunjukkan proposal dialog antar agama dan peradapan semakin mendapat tempat dikalangan ini.
 Di antara kelompok ini ada yang sangat kritis terhadap kebijakan pemerintah AS sendiri, termasuk mereka yang menciptakan opini  dan demonstrasi anti serangan AS ke Irak.
Setiap aksi perusakan apalagi jika dilakukan dengan mengatasnamakan  ideologi keagamaan diyakini sangat membahayakan  dan karena itu tidak bisa ditolerir siapapun. Meski sering kali sulit ditemukan faktor- faktor penyebab teror tampaknya bisa dilihat dari suatu pola umum, bahwa teror dengan skala besar dilakukan menarik perhatian atau mengalihhkan perhatian dari sesuatu, menumbuhkan sentimen permusuhan antar umat beragama dan kelompoik, dan mengakibatkan situasi kacau negeri dan dunia.
Dalam kenyataan sejarah agama bisa di jadikan alat pembenar terorisme ketika penghhayatan agama seseorang atau kelompok tertentu rentan, sementara


ada faktor lain politik atau ekonomi yang begitu kuat dan sering akumulatif , maka kkeberagamaan pada saat itu terkalahkan oleh faktor-faktor yang lebih kuat sehingga yang muncul kemudian adalah nafsu pemaksaan dan kekerasan.
            Ekstremitas faham dan gerakan cenderung membawa fanatisme, kekerasan,dan bahkan terorisme. Pada kelompok-kelompok ekstrim, pemahaman teologis yang parsial dan ekstrim mendorong tindakan kekerasan untuk mencapai tujuan yang dianggap benar. Agama dianggap melegimitasi tindakan kekerasan untuk mencegah kekerasan yang lebih besar dan berkepanjangan. Kelompok ekstrem berkeyakinan kekerasan harus dilakukan demi mencapai kondisi ideal menurut ideologi mereka. Keberagamaan yang  mampu menolak terorisme selalu berawal dari sikap keberagamaan yang moderat. Bagi kalangan moderat, perdamaian antar kelompok manusia memang rumit dan kompleks.s Tetapi bukan sesuatu yang mustahil dicapai meski manusia sering dihadapkan pada pilihan pilihan sulit, pilihan moderat (wasathan) akan menjamin kearifan berfikir dan bertindak.
Meski isu- isu  terorisme yang transnasional itu masih terombang- ambing dalam dugaan dan kenyataan usaha sinergis untuk mewaspadai dan menghadapi ancaman terorisme sangatlah penting karena dampaknya begitu besar bagi stabilitas nasional.[10]

C.     Pluralisme

Secara sederhana “pluralisme” berasal dari kata “plural” yang bermakna “banyak” atau “lebih dari satu”. Dalam kajian filosofis, pluralisme diberi makna sebagai doktrin, bahwa subtansi hakiki itu tidklah satu (monisme),tidak pula dua (dualisme), melainkan banyak (jamak). Dalam The Oxford English Dictionary, pluralisme diahami sebagai suatu teori uang menentang kekuasaan Negara


monolistis, dan pula sebaliknya, mendukung desentralisasi dan otonomi untuk semua unsur utama yang mewakili individu dalam masyarakat dan Negara, serta
keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu badan, institusi dan lainnya harus terakomodasi dalam dinamika sosial.[11]
Istilah “pluralisme” merupakan salah satu konsep fundamental, yang belakangan muncul sejalan dengan berbagai kebutuhan masyarakat modern.
Berbagai bangsa melihat pluralisme sebagai suatu sistem bagi kehidupan manusia, yang di dasarkan kepada prinsip-prinsip bersama, yang menjamin dihormatinya berbagai realitas yang plural dan diakuinya keragaman orientasi yang dianut warga negara.
Pengertian dari  pluralisme agama yang pernah diajarkan dan dipraktikkan oleh Rasulullah saw. Pluralisme agama yang berarti “hidup bersosial kemasyarakatan secara baik, rukun dan damai dengan penganut agama lain” bukan pluralisme agama dalam arti membenarkan semua agama mampu menghantarkan manusia pada kemuliaan dan keselamatan sejati dan abadi yang merupakan konsekuensidari pembenaran esensisetiap agama. Dan tentu saja, semua yang di lakukan oleh Rasul saw tidak akan pernah bertentangan dengan Al-Qur’an dan bahkan menjadi argumen (sunnah) bagi segenap kaum muslim di dunia.
              Kesenjangan antara pemahaman dan praktik pluralisme terjadi akibat masih adanya persoalan dalam identitas berbangsa. Segala sesuatu yang berasal dari barat selalu di nilai merongrong eksistensi diri. Pluralisme juga masih difahami sebagai pencampuradukan ajaran agama, bukan sebagai kesadaran atas realitas keberagaman kondisi masyarakat[12]
Pluralisme secara pemikiran dan praktek mengharuskan semua orang yang menikmati eksistensinya sebagai warga negara untuk berbagai perandalam



rangka meraih tujuan bersama, yang dengan melaluinya mereka menuai hasil dariaa yang di sebut sebagai “
manajemen hidup bersama”, yang menjamin toleransi berpolitik, iklim dialogis dan pengakuan terhadap orang lain (baik eksistensin,pendapat, maupun sikkapnya).[13]
Agama bisa berfungsi pada masyarakat yang pluralistis tidak saling berbenturan. Misalnya, tentu bukan karena agama itu datand built-in dengan konflik dan tampil iasoaial, tetapi karena para pemeluknya telah mengekspresikan kebenaran agamanya secara monolitik dan eksklusif, dalam artian bahwa subjetivitas kebenaran yang di yakininya sering kali menafikan kebenaran yang diyakini pihak lain.
Dengan demikian, pluralisme dapat muncul pada masyarakat dimana pun ia berada. Ia selalu mengikuti perkembangan masyarakat yang semakin cerdas dan tidak ingin dibatasi oleh sekat-sekat sektarianisme. Pluralisme harus dimaknai sebagai konsekuensi logis dari keadilan ilahi bahwa keyakinan seseorang tidak dapat di klaim benar salah, tanpa mengetahui dan memahami terlebih dahulu latar belakang pembentukannya, seperti lingkungan sosial budaya, referensi atau informasi yang diterima, tingkat hubungan kendaraan ekonomi politik
kemudian di rekayasa sedemikian rupa demi kepentingan sesaat, tidak akn diterima oleh seluruh komunitas manusia mana pun.
Agama tidak hanya dapat didekati melalui ajaran-ajaran atau lebaga-lembaganya, tetapi juga dapat didekati sebagai suatu sistem sosial, suatu realitas soaial di antara realitas sosial yang lain. Talcott Parsons menyatakan bahwa “agama merupakan suatu komitmen terhadap perilaku; agama tidak hanya




kepercayaan, tetapi perilaku atau amaliah”. Sebagai realitas sosial, tentu saja ia hidup dan termanifestasikan di dalam masyarakat.[14]
Di antara ciri-ciri utama pluralisme iala sifat menerima perbedaan yang ada, menghargai kekurangan dan kelebihan masing-masing pihak, dan kesediaan mengambil dan memanfaatkan yang terbaik. Ini bermakna bahwa sejak awal, pluralisme merupakan satu sifat yang telah ada dalam ajaran islam. Dan tentunya, orang islam yang mengamalkan ajaran islam ini, seharusnya memiliki sifat pluralisme ini.
Lebih jauh lagi, islam menganjurkan agar sifat  pluralisme ini di kembangkan, sebagai satu syarat mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis dan sejahtera. Sabda Nabi Muhammad saw:

ارحم من في الارض يرحمك من في السماء ارحم ترحم انما يرحم الله من عباده الرحماء(او كما قال)
                                                             
“sayangilah orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya Allah Swt yang di langit akan mengasihanimu. Bersayang- sayanglah, niscaya anda di sayangi pula. Sesungguhnya Allah merahmati para hamba-Nya yang bersifat penyayang”.[15]

D.    ISLAM dan KESETARAAN GENDER

Secara teologis perempuan dan laki-laki diciptakan semartabat, sebagai manusia yang se-“citra” dengan allah. Namun, tidak bisa dipungkiri, dalam


realitas-kultural-agama  antara keduanya sering terjadi ketidakadilan yang melahirkan kekerasan terutama kaum perempuan.di masyarakat, kita kerap menyaksikan kekerasan terhadap perempuan dengan berbagai manifestasinya. Kekerasan fisik, emosional, psikologi, entah secara domestik maupun publik.[16]
Paradigma lain nengatakan bahwa islam merupakan  sumber kekerasan  terhadap perempuan. Para agamawan telah mengsalah artikan , doktrin,ajaran, bahkan teks-teks kitab suci yang meninggirkan peran perempuan dalam agama.[17] Sebagai contoh adaa sebuah teologi yang menyatakan  bahwa perempuan diletakkan dalam posisi sub-ordinasi terhadap suami. Pandangan teologis ini melihat pada sebuah kisah tentang hawa(perempuan) yang “dituduh” sebagai “dosa asal” karena terbujuk iblis dengan memetik dan memakan buah terlarang lantas memberikannya pada adam, suaminya. Sementara bnyak kalangan yang menganggap kisah ini sebagai peminggiran islam.[18]
Sampai sekarang banyak penafsiran ayat al-qur’an  yang masih diterjamahkan dan dipahami menurut pola pandang patriarchal. Artinya, masih menonjolkan kepentingan kepetingan laki-laki. Akibatnya, kepentingan laki-laki lebih di unggulkan daan ditonjolkan. Ini semua di akibatkan karena adanya penafsiran agama yang sudah  berumur ribuan tahun ditambah dengan adanya  budaya yang patriarkhi, adat istiadat, dan mitos-mitos tentang laki-laki dan perempuan, berakibat laki-laki mempunyai perasaan dan kecenderungan misogenis.[19]
Padahal sebenarnya islam adalah agama yang memihak kaum perempuan. Sebagai contoh ,” poligami”  beberapa pendapat mnyatakan bahwa poligami itu

boleh,namun, sebaiknya mengkaji al-qur’an lbih dalam,lebih seksama dan lebih teliti. Berikut ini ayat tentang poligami :
(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur (
      (nikahilah dua atau tiga atau empat perempuan yang baik menurutmu)
   Ayat ini jangan dipotong di situ saja, umumnya orang memotong sampai   penggalan ayat tersebut. Padahal, ada sambungannya yang sering dilupakan. Lanjutannya berbunyi :           
÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ....
(sekiranya kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka kawini satu perempuan saja)
Maksud dari adil disini tidak hanya berupa materil tapi immaterial termasuk cinta, kasih sayang, perhatian dan lain sebagainya. Jadi, yang dituntut dalam ayat ini yang sering dijadikan justifikasi teologi poligami tersebut adalah keadilan immaterial. Sedangkan dalam al-qur’an disebutkan bahwa “engkau (suami) tidak akan mampu berbuat adil atas perempuan meski engkau telah berusaha keras”. Jaddi keadilan itu tidak akan terwujud melalui poligami.
Banyak juga nabi saw yang tidak membolehkan. Sebagai contoh, ketika ali meminta izin menikah juwaryyah, rasulullah langsung menolak.
Islam tidak hanya memihak perempuan tapi juga memandang persamaan laki-laki dan perempuan. Salah satu misi rasulullah , adalah mengangkat harkat dan martabat perempuan. Sebelum nabi diutus, arab berada padaa zaman jahiliyyah yang menganggap perempuan dianggap barang yang bisa dihadiahkan,



dibagi-bagi, diwariskan, bahkan mereka tidak menghendaki kehadirannya. Sehingga, tersohorlah adat pemakaman bayi perempuan hidup-hidup. Tujuan allah mengutus rasulullah adalah untuk membebaskan kaum perempuan.[20]
Beberapa contoh al-qur’an memihak padaa kaum perempuan
1.      Dulu perempuan tidak boleh menerima warisan,namun sekarang boleh meskipun perbandingannya satu banding dua denagn laki-laki
2.      Dulu perempuan tidak boleh menjadi saksi dalam sebuah perkara, namun sekarang boleh meskipun minimal dua orang saksi perempuan yang nilainya sama dengan satu orang saksi laki-laki.
Secara normatif, semua agama adalah antikekerasan. Sinergi antara agama dengan jarinagn perempuaan akan memaksimalakan usaha untuk penyelenggaran pendidikan pelatihan gender. Penegakan keadilan gender akan semakin terberdayakan. Pengaembangan jaringan kemitraan dan kerjasama semacam ini dapat semakin memudahkan  kita melawan kekerasan dalam kehidupan. Kita harus mampu menciptakan ruang yang adil, damai, dan cerah bagi kehidupan, sehingga kekerasan dapat kita lawan dengan kelembutan hati, kepekaan nurani perempuan. Alangkah indahnya dunia kita, manakala perempuan yang merupakan mayoritas makhluk tuhan yang menjadi pelopor antikekerasan ditengah kehidupan dengan hati, kerahiman,dan kasih sayang.[21]





KESIMPULAN
Dari semua perkara di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa Islam yang sesungguhnya bukanlah sekedar menyembah Tuhan.Tuhan bukan lah berhala yang hanya untuk di sembah semata,akan tetapi Tuhan adalah dzat yang nyata yang menciptakan segala seisi jagad raya dan mengatur segala yang ada.
Dan Islam bukanlah agama yang premitif,akan tetapi islam adalah agama yang maju dan bisa mengatasi masalah – masalah yang terjadi seiring perkembangan zaman hingga sekarang. Akan tetapi msih dalam konteks Fikih yang tauhid dan tidak menyimpang dari ajaran – ajaran islam yang sesungguhnya.
PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami paparkan kepada saudara. Kami ucapkan terimahkasih kepada seluruh pihak yang mensukseskan pembuatan makalah ini, jazakumullahu ahsanaljaza. Tak lupa permohonan maaf kami haturkan kepada saudara atas kekhilafan kekhilafan dalam makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini pada khususnya, dan makalah selanjutnya pada umumnya. Semoga bermanfaat, dan tetap semangat

   





Daftar pustaka
Arkoun Mohammed, Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama:Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001.
Nur Ma’mun Efendi, Meluruskan Makna Ijtihad dan Terorisme:Semarang: 2006.
Ghazali Adeng Muchtar, agama dan Keberagamaan dalam Konteks Perbandingan Agama:bandung:Pustaka Setia,2004.
Thahhah Mustafa Muhammad,Rekonstruksi Pemikiran Menuju Gerakan Islam Modern: Solo:Era Intermedia,2000.
Dawam ainurrofiq, Islam dan Pluralisme Masyarakat: Tangerang Selatan: Falasia Pustaka,2009.
Ghazali Adeng Muchtar,Pemikiran Islam Kontemporer:Bandung:Pustaka Setia,2005.
Ziqzuq Mahmud Hamdi, Reposisi Islam di Era Globalisasi:Yogyakarta:Pustaka Pesantren,2004.
Abdullah Yatimin,Studi Islam Kontemporer: Jakarta:Amzah,2006.








[1] Mohammed Arkoun, Islam Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001, hlm. 4.
[2] Adeng Muchtar Ghozali, Pemikiran Islam Kontemporer, Bandung: Pustaka Setia,2005, hlm.127.
[3] Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer,Jakarta:Amzah,2006, hlm. 202.
[4] Mahmud Hamdi Zaqzuq,Reposisi Islam di Era Globalisasi,Yogyakarta: Pustaka Pesantren,2004, hlm. 132.
[5] Abd m0qsith ghazali,ijtihat ialam lberal,hlm.6-10
[6] Ma’mun Efendi Nur,Meluruskan Makna Jihad dan terorisme,Semarang,2006, hlm. 23.
[7] Ma’mun Efendi Nur,Meluruskan Makna Jihad dan terorisme,Semarang,2006, hlm. 42.
[8] Muhammad Ali, Teologi plural-multikural, Jakarta : Buku Kompas,2003.hlm.114
[9] Muhammad Ali, Teologi plural-multikural, Jakarta : Buku Kompas,2003.hlm.108

[10] Muhammad Ali, Teologi plural-multikural, Jakarta : Buku Kompas,2003.hlm.128
[11] Ainurrofiq Dawam,Islam dan Pluralisme Masyarakat, Tangerang Selatan:Falasi Pustaka,2009, hlm. 71
[12] Ainurrofiq Dawam,Islam dan Pluralisme Masyarakat, Tangerang Selatan:Falasia Pustaka,2009, hlm. 69.
[13] Musthafa Muhammad Thahhan, Rekontruksi Pemikiran Menuju Gerakan Islam Modern, Solo: Era Intermedia,2000, hlm. 87.
[14] Adeng Muchtar Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam konteks Perbandingan Agama,Bandung: Pustaka Setia, 2004, hlm. 124.
[15] Ainurrofiq Dawam,Islam dan Pluralisme Masyarakat, Tangerang Selatan:Falasi Pustaka,2009, hlm. 115.
[16] Aloys Budi Utomo, Membangun Teologi Inkluistik-Pluralistik,Jakarta:Kompas,2003,hlm.26
[17] Abdul Moqsith Ghazali,Ijitihat Islam Liberal,Jakarta:Jaringan Islam Liberal,2005,hlm.254
[18] Aloys Budi Utomo, Membangun Teologi Inkluistik-Pluralistik,Jakarta:Kompas,2003,hlm.27
[19] Abdul Moqsith Ghazali,Ijitihat Islam Liberal,Jakarta:Jaringan Islam Liberal,2005,hlm.254

[20] Abd Moqsith Ghazali, Ijtihad Islam Liberal,Jakarta:Jaringan Islam Liberal,2005,hlm.256-458
[21] Alloys budi Purnomo, Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik,Jakarta:Kompas,2003,hlm.30